Senin, 25 Maret 2013

Puisi Vanera El-Arj

Rumpun Bambu



Dibawah rumpun bambu balakang rumah, aku terbiasa berkelakar sendiri. Sambil mereguk angin, asap-asap pagi, melahap lagu air sungai, merasakan tempa bias hangat mentari.

Aku lebih suka disana dimana jiwaku mampu mengerti, walau sedikit uraian tentang capung dan cacing ataupun seekor belalang yang kehilangan satu kaki tumpuannya.

Mereka tak pernah mau makan padi atau singkok petani, mereka makan apa yang di berikan tuhan secara alami.

Aku muak kembali kedepan rumah, hanya bising! Sebab yang kusaksikan hanya manusia-manusia sibuk merajut kata, memoles rupa, memupuk sangka.

Aku ingin tertawa bila sesekali harus kedepan rumah melihat tingkah beberapa kadal kecil yang berceramah di depan para singa

aku lebih suka berdiam, membiarkan lumpur sawah simbah
belepotan dikaki dan tubuhku

aku lebih gembira membiarkan matahari
menggosongkan wajahku dan berkarib dengan kesunyian rumpun bambu

sungguh ketika aku pulang kembali ke rumah
aku hanya ingin membiarkan keletihan sepanjang hari
menemani
mencumbui

bermesraan di ranjang penuh gairah
sehingga aku tak perlu lagi sibuk
dengan urusan dapur
atau urusan kasur orang
karena aku tlah bersyahwat selalu dengan letihku

Kalibeber, 07-09-10


Terasing


/1/

merih resam selaksa
sorot mata memudar,
: buyar!
tak ada seraup rupa tawa.

mengeruh ruh
gelagap
gegap
gelap

tak ada yang seperti kelihatannya
halusinasi
elegi
ilusi

/2/

terasing rasa
pikir menjelma gurita
sebab kecil kandil.

: Pantang mengerdil!

tersisa ketakutan
tersalah pahami arti
akan puisi yang sempat
Terpatri!

seperti intuisi pula ilusi
: Masih elegi

/3/

AlangAlang
Terlentang
Terbuang
Melayang
Hilang

Terngiang
Membayang
Terhempas

Tertusuk
Setajam
Seruncing
Terbunuh
Kalibeber, 01-09 Mei 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar