Senin, 10 September 2012

KEGELISAHAN AWAL DARI KEABADIAN

Rasa gelisah yang sering mengungkung hati, kadang menjadi bara api yang sanggup kobarkan nurani. Kata gelisah identik dengan resah, kalut, cemas, atau kata kerennya sekarang “ galau”. Bila rasa ini tidak dikelola dengan baik, hanya menghasilkan suasana hati yang tidak tentram, tidak tenang atau tidak sabar untuk melakukan atau berbuat sesuatu. Namun, bila gelisah ditata dengan baik, dikelola dengan matang, dan dicarikan solusi yang tepat, akan menemukan muaranya. Muara untuk mencari jati diri, mengespresikan jiwa, mengobarkan semangat untuk berbuat kebajikan, menebarkan kebaikan, dan meraih asa yang melambung tinggi di angkasa. 
Gelisah bukan lagi masalah yang jadi penghalang di setiap langkah. Gelisah bukan lagi sekedar keluh-kesah atau sumpah-serapah. Gelisah adalah bukti kalau kita punya peduli. Kehampaan karya, kesepian ide, kekosongan aktifitas yang mampu menyuarakan deru hati yang pilu. Sendu dengan kebekuan sepanjang waktu. Tak adanya ruang untuk berbagi dan bersinergi. Kegelisahan jadi awal sebuah langkah untuk wujudkan komunitas yang berkualitas.
 Gelisah hanya muncul saat kenyataan tidak sesuai harapan. Atau impian tak terealisasikan. Jadi, kita bersyukur. Dalam satu ruang dan waktu, terkumpul jiwa-jiwa yang resah dan gelisah, jiwa-jiwa yang rindu dengan kedamaian dan ketenteraman. Jiwa yang mendamba cinta. Merenda asa. Merengkuh peluh setelah lelah meneriakkan keadilan dan kemunafikan. Mengikis habis kebusukkan moralitas pemimpin-pemimpin bangsa. Meneriakkan jeritan anak-anak bangsa yang terkapar oleh ketidakadilan dalam memperoleh hak-haknya. Mengharap ada perubahan akan ketimpangan-ketimpangan hidup di semua aspek kehidupan. Jiwa yang rindu untuk menyatu dalam bingkai sastra. 
 
Yah, memang perlu wadah untuk bergabung dan bernaung agar dapat bergayung sambut dalam mendengungkan dinamika kehidupan di Wonosobo ini. Itulah sepotong jiwa yang mengemukan setelah kita bersua, bersapa dan bersama untuk melahirkan sebuah komunitas sastra kala Senin, 27 Agustus 2012 di rumah Mas Yusuf AN.
Bincang-bincang santai antara Mas Haqqi, Mas Yusuf, Mba Nessa, Mbak Syifa, Mas Omtri, Vanera el-Arj telah berujung pada acara Launching dan Bedah Dua Buku di Perpusda Wonosobo, Sabtu, 8 September 2012 lalu. 
Ada sepenggal rasa yang perlu dicatat. Dunia kepenulisan adalah dunia yang paling terbuka. Siapa pun dengan profesi apa pun bahkan dalam umur berapa pun dapat menulis. Menulis apa saja, tak terkecuali sastra. Maka, kehadiran penyair, budayawan, guru, kepala sekolah, siswa, mahasiswa, ibu rumah tangga, seniman, dan lain-lain di acara launching buku kemarin menjadi nuansa yang indah dan menggugah. 
Andai kita sanggup suarakan hati, bahwa menulis tak sekedar profesi tapi panggilan hidup, maka kebenaran akan terkuak, kedamaian tertanam, jika politik salah diluruskan, kepincangan terjembatani, kesombongan terkebiri, dan sebagainya. Mudah-mudahan agenda demi agenda yang akan datang di Komunitas Sastra Wonosobo lebih mengkristalkan diri sebagai komunitas yang berarti. Mari mantabkan hati untuk menulis sesuai kapasitas dan kemampuan masing-masing. “Menulis itu merangkai mawar melati menjadi indah semerbak mewangi”, kata Prof.Dr. Suminto A. Sayuti. 
Dengan menjadi penulis, kita berarti sudah laksanakan pesan Syaikh Imam Al-Ghazali, “ 
Bila engkau bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. 
Kata Guidurrahman El Mishry, “ Tulisan yang baik lahir dari energi cinta. Energi cinta membuat seorang penulis mengokohkan niat menulis, membangun sikap istiqomah dan mendorong tekat kuat untuk menghasilkan karya terbaik”. 
Tulisan adalah keabadian yang menyiratkan kemuliaan hati penulisnya. Seperti dikemukakan oleh Ali bin Abi Thalib bahwa, “ akal orang-orang mulia terletak pada ujung-ujung penanya”. Man jada wajada (Siapa yang sungguh-sungguh berusaha akan dapat mewujudkan impiannya). Bersama, semoga kita bisa. Salam Sastra! (Catatan : Eko Hastuti, Selasa, 11 September 2012)

Minggu, 09 September 2012

Mengawal Geliat Sastra Wonosobo

Bp.Sugiyatno pembicara dari Kebumen
Sabtu, 8 September 2012 menjadi hari yang bersejarah bagi Wonosobo khususnya bagi dunia penulisan (literasi). Pasalnya, pada hari itu telah sukses digelar acara louncing dan bedah dua buku karya penulis-penulis Wonosobo dan sekitarnya. Acara yang digelar di Ruang Diskusi Perputakaan Wonosobo ini berlangsung mulai jam 14.00 sampai jam 18.00 WIB. Di samping acara inti louncing dan bedah dua buku, pembacaan puisi, acara juga dimeriahkan dengan penampilan Teater Banyu berupa musikalisasi Puisi.

Rabu, 05 September 2012

Apresiasi Sastra #1: Launching dan Diskusi 2 Buku


1. Tembang Cinta Kamboja
2. Guci Berdarah

Hari: Sabtu, 8 September 2012
Pukul: 14.00 WIB
Tempat: Ruang Diskusi Perpustakaan Umum Daerah Wonosobo
Pembicara:
1. Tosa Poetra (Editor Buku, Penggerak Sastra Cyber)
2. Sugiyanto DM (Sastrawan, Kebumen)
3. Nessa Kartika (Novelis, Wonosobo)
4. Haqqi el-Anshary (Budayawan)

Pembacaan Puisi:
1. Eko Hastuti
2. Maria Bo Niok
3. Djebeng Asmarasufi
4. Gusblero
5. Vanera El-Arj
Diiringi Musikalisasi Puisi dari Teater Banyu

Full Dorprize!

Didukung oleh:
Komunitas Sastra Wonosobo
Komunitas Kamboja
Sembilan Putiara Publishing
Perpusda Wonosobo

Minggu, 27 Mei 2012

GOLA GONG MENEBAR VIRUS TRAVEL WRITER DI WONOSOBO














Gola Gong dan Aceng







Suatu hari di bulan mei, Mb Tias Tatanka sms Si Nessa, Mas Gong mau ke Wonosobo. Wah keren... dalam hitungan sekian jam, persiapan menyambut Mas Gong dibuat. Penulis "Balada Si Roy" yang suka jalan-jalan ini begitu tiba di Wonosobo akan ditodong ngisi acara dadakan yang digelar di Coffeepaste. Materinya belum terpikirkan yang jelas, penulis sekeren Mas Gong datang ke Wonosobo sudah pasti harus dirampok
 ilmunya.

Begitu hari H, Mas Gong yang datang bersama tim-nya singgah main-main dulu di RB Istana Rumbia, nyumbang buku buat anak-anak Lipursari, trus ngopi di Coffeepaste bareng teman-teman Komunitas Bimalukar dan Jagong Budaya.

Ternyata Mas Gong siap ditodong, beliau sharing tentang travel writer dan rumah dunia dengan tsunami menulisnya. Asyik...

Lelah setelah acara nonstop, Mas Gong pulang ke penginapan di Hotel Parama, paginya kita jemput lagi....
Etapi, waktu kita jemput ternyata Mas Gong cs dah ga ada di penginapan. Beliau dan teman-teman malah jalan-jalan pagi ke Alun-alun. Memang sih, jarak penginapan dengan Alun-alun Wonosobo cuma setengah kiloan.Ketika kami sampai Alun-alun, Mas Gong udah selesai joging muterin Alun-alun.

Kali ini acaranya wisata kuliner. Memang Alun-alun Wonosobo kalau minggu pagi jadi surga makanan khas Wonosobo dan sekitarnya. Sambil menikmati sarapan Mas Gong bercerita bahwa di satu adegan "Balada Si Roy" terjadi di Masjid Agung Jami' Wonosobo. Haaahhh... serius?

Setelah selesai makan, kami mengajak Mas Gong mampir melongok perpustakaan Kab Wonosobo yang kebetulan baru selesai direhab.

Senin, 02 April 2012

BIOSKOP RAKYAT BERSAMA HANUNG BRAMANTYO & GENK KOBRA

 






























































































Komunitas Sastra Bimalukar berbagi pengalaman dengan komunitas Matapena Jogja yang dipandu oleh Mas Fikry (Ketua IKAPI Jogja), bertempat di Aula Al A’la Unsiq. Acara kemudian dilanjutkan dengan memboyong bioskop rakyat yang memutar film “Tendangan Dari Langit”, dll ke RB Istana Rumbia milik Ibu Maria Boniok.
Bioskop murah ini Cuma mematok Rp5.000,- untuk setiap film.
Di sini, komunitas Matapena menularkan ilmu seputar perfilman kepada Komunitas Sastra Bimalukar. Mas Beny gundul sangat jelas menerangkan proses perfilman dari mulai cerita dibuat dan seterusnya pada para anggota komunitas Bimalukar yang antusias. Keren kan?

Oh iya, ada bintang tamunya lho... Genk Kobra! Grup keren asal Surakarta ini ikut main juga ke Istana Rumbia, mereka malah pada mancing di sungai Serayu. Padahal malamnya mereka masih pentas penutupan rangkaian acara Bioskop rakyat yang rencana awalnya akan dihadiri Hanung Bramantyo ini, dia ga bisa hadir soalnya terbentur acara di Bali.

Pokoknya Komunitas Bimalukar sukses! Anak-anak desa yang antusias ikut nonton bahkan berduyun-duyun ‘ngintip’, lucu banget... Padahal kami suruh masuk, mereka tidak mau.... gara-gara mereka tidak tau apa itu bioskop, takut di dalam gelapppp. Alamaaak...!